RINGKASAN
ADWIN WIDANARTO. Pemanfaatan
Silase Limbah Kepala Ikan Kuniran (Uphuneus
sulphureus) dan Limbah Alginat dari Rumput Laut Coklat (Sargassum sp) sebagai Pupuk Organik
serta Pengaruhnya terhadap Tanaman
Jagung. Dibawah bimbingan AEF PERMADI dan ASRIANI.
Industri pengolahan perikanan telah banyak tersebar
khususnya di Indonesia yang merupakan negeri bahari salah satunya adalah
industri fillet Ikan Kuniran di
daerah Eretan-Indramayu. Data hasil tangkapan ikan Kuniran di TPI
Eretan-Indramayu mencapai 9 ton perhari, dimana 2 ton ikan Kuniran digunakan
sebagai bahan baku industri fillet ikan
(Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu, 2011).
Industri pengolahan fillet
ikan Kuniran sering kali menyisakan bagian yang tidak diolah menjadi produk
namun menjadi limbah yang biasanya diabaikan oleh suatu industri. Pembuangan limbah olahan
perikanan akan memberikan dampak yang berbahaya bila tidak ditangani dengan
baik (Anonimus, 2012).
Tepung silase (Tepsil) merupakan salah satu cara
pengolah limbah ikan dengan penambahan asam. Tepsil adalah produk yang dibuat dari bahan-bahan limbah
ikan atau ikan rusak yang tidak dimanfaatkan manusia tanpa melakukan perlakuan
lain kecuali dengan asam (secara kimia) atau dengan inokulasi bakteri. Tepsil dengan pengolahan lebih lanjut dapat dibuat menjadi pupuk (Kompiang
dan Ilyas, 1979).
Industri pengolahan lainnya adalah idustri alginat dari
rumput laut coklat. Pemanfaatan rumput laut coklat di Indonesia sebagai bahan
pembuatan alginat masih sebatas penelitian padahal potensi rumput laut coklat
di Indonesia mencapai 482.400 ton pertahun sehingga perlu adanya
pemanfaatan dan pengembangan potensi tersebut untuk kedepannya. Alginat menjadi
sangat penting karena penggunaannya yang cukup luas dalam industri, antara lain
sebagai bahan pengetal, pensuspensi, penstabil, pembentuk film, pembentuk gel,
dan bahan pengemulsi (Anggadiredja, 2008).
Limbah buangan
hasil produksi alginat dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik karena banyak
mengandung kalium dan unsur mineral lainnya, serta pemanfaatan limbah telah
mendukung program pemerintah mengenai penerapan ekonomi biru (Blue Economy) yaitu memanfaatkan limbah
untuk memperoleh nilai tambah sehingga mengurangi sisa buangan industri
pengolahan. Negara Cina, Jepang, Inggris, dan Kanada menggunakan pupuk dari
rumput laut untuk meningkatkan hasil panen pada produk pertanian dan memiliki
nilai ekonomis yang cukup tinggi (Aslan,1998).
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui proses pembuatan silase dari limbah ikan, mengetahui
proses pembuatan Na-alginat dari rumput laut coklat (Sargassum sp), mengetahui
proses pembuatan pupuk organik, mengetahui pengaruh pupuk
organik (silase limbah ikan dan limbah Na-alginat) terhadap pertumbuhan jagung,
dan mengetahui perbandingan pupuk organik terpilih dengan pupuk
komersil.
Proses pembuatan
tepung silase ikan kuniran (Uphuneus
sulphureus) meliputi pencucian, pencacahan, perendaman dengan asam formiat
3%, pengadukan, fermentasi, pengepresan, pengeringan, dan penepungan. Adapun
hasil analisis tepung silase adalah kadar air 9,63%, kadar abu 28,61%, pH
4,84%, P 75,44 ppm, C 35,94 ppm, N 0,45%, Mg 1,58 ppm, Ca 97,27 ppm, K 2,12
ppm, Fe 0,21 ppm, Zn 0,06 ppm, Cu < 0,01 ppm, Mn 0,01 ppm, B <2 ppm.
Proses ekstraksi
alginat dan pengambilan limbah meliputi beberapa tahapan proses diantaranya
penerimaan bahan baku, pencucian, dimeneralisasi, ekstraksi alginat,
penyaringan, pengambilan limbah, pemucatan, konversi Ca-alginat, pengendapan
asam alginat, pengendapan natrium alginat. Hasil uji limbah alginat adalah
rendemen rata-rata alginat 15,12% , kadar air 8,01%, kadar abu 73,25%, pH
10,75, P 0,03 ppm, C 8,35 ppm, N 0,48%, Mg 0,34 ppm, Ca 2,73 ppm, K 0,18 ppm,
Fe 455,49 ppm, Zn 16,72 ppm, Cu 2,07 ppm, Mn 0,01 ppm, B <2 ppm.
Proses pembuatan
pupuk organik meliputi persiapan bahan baku, pembuatan granul, pengeringan, dan
penyimpanan. Hasil analisis pupuk formuulasi A (rasio 1:1 tepung silase dan
limbah alginat) adalah rendemen rata-rata 64,46%, air 5,91, abu 47,59, pH 9,10,
P 34,81 ppm, C 28,93 ppm, N 3,22%, Mg 3,43 ppm, Ca 70,08 ppm, K 2,73 ppm, Fe
0,58 ppm, Zn 0,1 ppm, Cu 0,02 ppm, Mn 0,03 ppm, B <2 ppm, dan daya serap air
587,93%. Hasil analisis pupuk formuulasi B (rasio 1:2 antara tepung silase dan
limbah alginat) adalah rendemen rata-rata 65,85%, air 6,8, abu 51,31, pH 9,46,
P 18,79 ppm, C 21,05 ppm, N 1,82%, Mg 3,02 ppm, Ca 47,04 ppm, K 2,4 ppm, Fe
0,53 ppm, Zn 0,08 ppm, Cu <0,01 ppm, Mn 0,02 pmm, B <2 ppm, dan daya
serap air 524,26%. Hasil analisis pupuk formuulasi A (rasio 1:3 antara tepung
silase dan limbah alginat) adalah rendemen rata-rata 64,46%, air 6,41, abu
54,57, pH 9,73, P 22,57 ppm, C 23,66 ppm, N 2,8%, Mg 2,77 ppm, Ca 58,15 ppm, K
2,47 ppm, Fe 0,54 ppm, Zn 0,21 ppm, Cu 0,03 pmm, Mn 0,02 ppm, B <2 ppm, dan
daya serap air 514,59%.
Hasil penelitian
menunjukan pertumbuhan jagung yang paling optimal adalah menggunakan pupuk
formulasi C 0,5% dibandingkan dengan pupuk formulasi lainnya dari segi
parameter panjang batang, diameter batang, panjang daun, lebar daun, dan jumlah
daun. Hasil penelitian lanjutan menunjukan bahwa pupuk terpilih (C 0,5%) lebih
unggul dibandingkan pupuk kimia pada
pertumbuhan jagung bila dilihat dari segi parameter panjang batang, diameter
batang, lebar daun, dan jumlah daun akan tetapi pada panjang daun pupuk kimia
komersial lebih unggul.
Perlu adanya
pemanfaatan limbah hasil perikanan lainnya untuk digunakan sebagai bahan baku
pupuk organik dan mengujicoba pupuk pada tanaman lain yang lebih bervariasi.
Mantap artikelnya...keren dah
BalasHapus